Senin, 15 April 2013 -
0
komentar
0
komentar
Di Bawah Rintik Hujan Awal Maret
Sejak pagi, hujan tidak kunjung berhenti. Apakah langit tengah berduka? Dalam alunan percik air hujan di kakiku, aku melangkah menyusuri jalan setapak yang sudah aku hafal entah sejak kapan. Sebuah perjalanan yang kurasa sangat panjang saat aku sendiri. Biasanya, aku mendengar suara tawa dan canda sehabat terbaikku, tetapi kini, aku harus berjuang berangkat lebih pagi dari mereka. Masih ku dengar gemeresek langkah mereka walau itu hanya dalam sebuah memori otakku, paling tidak aku merasa tidak sendiri.
Di sepanjang hampir 21 tahunku di Bumi, aku percaya bahwa Tuhan memiliki skenario terbaik untukku, baik untuk cita maupun cinta. Ya, C-I-N-T-A. Cherrybell bilang "Satu kata penuh makna". (bukan berarti aq fans berat cherrybell ya :P) Tere Liye bilang, "Tidak perlu terburu-buru dalam cinta, atau kamu justru akan merusak jalan ceritanya". Kemudian, ada juga dia bilang, "Jika cinta itu sejati, Tuhan sendiri yang akan menunjukkan jalan terbaiknya". Apa itu cinta? Bahkan sebelum ini, aku pernah mengatakan pada seseorang yang (mungkin) mengharapkanku, "Cinta itu bullshit!"
Sebelum jemari bertulangku menari di atas sebuah keyboard usang berdebu, aku tengah berjalan di sebuah jalan yang tidak pernah aku tahu dimana dan seperti apa ujungnya. Aku hanya tahu bahwa aku harus terus berjalan. Menikung, menanjak, berbatu, ya itulah jalanku. Saat kakiku mengatakan aku lelah, hatiku berkata, "Sedikit lagi, iya, sedikit lagi, kamu akan mencapai ujung jalan ini". Sebuah harap yang menarik ulur hatiku. Celaka, tidak ada jalan lain di sana. Pilihanku adalah maju atau aku harus kembali mundur membuat semua terasa sia-sia. Aku terus melangkah dengan satu fatamorgana, sosoknya menanti di ujung jalanku. Sosok yang pernah memberikanku cerita dalam hidupku, ada tangis, tawa , dan harap panjang.
Hari ke-20 di bulan ke-2 tahun 2013, Tuhan menuliskan sebuah awal cerita yang baru. Barukah? Bagiku, ini baru, tetapi bagi dia yang tiba-tiba hadir, ini de javu. Percayakah tentang pertemuan dalam mimpi malam yang sepi? Jalan yang selama ini selalu aku lihat berujung satu, kini, jalan itu bercabang. Entah sejak kapan Tuhan membuat persimpangan di jalanku. Aku diam. Haruskah aku terus keukeuh pada jalan awalku atau Tuhan menginginkanku melewati jalan baru yang dia ciptakan untukku?
Selangkah kakiku mencoba lalui persimpangan baru yang muncul. Suasana yang benar-benar berbeda. "Ada apakah di ujung jalan ini?" sebuah tanya dalam hati. Aku kembali mengayunkan kakiku, melangkahi persimpangan jalan untuk satu, dua, tiga dan entah sudah berapa ratus langkah aku lalui hingga saat ini. Kini, aku tidak melihat lagi jalan awalku. Jalan baru ini membuatku terus melangkah semakin jauh, tidak ada jalan kembali. Apakah aku tersesat? Berhenti atau terus maju, hanya itu yang harus aku pilih.
Di jalan ini, aku menatap dengan pandangan baru. Aku tersenyum dengan rasa yang baru. Aku melangkah dengan semangat baru. Dan aku membuka hati dengan harapan baru. Haruskah aku terus maju untuk semua rasa berbeda ini?
Di malam akhir bulan ke-2 masih di tahun 2013, "Apa kamu akan terus maju?" jalan itu menanyakan kesungguhanku. Aku diam, aku meragu, "Ini beda". "Begitu sulitkah aku untuk kamu lalui? Aku memang berbeda. Bukankah perbedaan membuat hidupmu lebih berwarna? Perbedaan indah jika kamu memahami eksistensinya," ucapnya menjawabku. "Apakah jalan ini benar-benar berujung?" tanyaku lagi. Jalan tersenyum dan menjawab, "Iya, aku memiliki sebuah ujung. Janjiku bukan janji politik."
Di bawah rintik hujan awal bulan Maret masih di tahun 2013, setiap orang memiliki seribu alasan untuk berbeda, namun setiap orang juga memiliki jutaan alasan untuk saling memahami perbedaan itu. "If I open my heart to you, I'm hoping you'll show me what to do. If you help me to start again, you know that I'll be there for you in the end," Haley Bennet bernyanyi bersamaku lalui jalan baru ini, way back into love.
Jumat, 28 Desember 2012 -
curcol
2
komentar
curcol
2
komentar
Malam, Ternyata Tetap Dia
Malam, pernahkah kamu mendengarku mengigau tentangnya? Tentang dia, sahabat di masa kecilku. Aku yakin kamu sudah bosan mendengar ceritanya, bahkan untuk mendengar namanya pun kamu serasa ingin segera berlari menjauh dari suaraku.
Malam, apakah dia juga menceritakan
kisahku padamu? Jika iya, apa yang dia ceritakan padamu? Jika tidak, kehidupan
siapa yang telah dia sentuh?
Malam, apa kamu pernah merasakan sebuah
rasa yang disebut dengan ‘sayang’? Jika sudah, bagaimana rasanya?
Malam, pernahkah kamu tersenyum seorang
diri? Aku pernah, meski aku tidak gila. Senyum yang muncul tanpa ragu saat
membaca namanya, melihat fotonya, atau mendengar sapanya. Bahkan, senyum itu
akan muncul saat selintas senyumnya membayang dalam awang-awang gelap kotaku. Atau
ketika dalam sesaat aku mengenang masa kecilku bersamanya, lucu. Teringat
betapa cengengnya aku dan betapa tangguhnya dia menjagaku.
Malam, apakah aku cukup baik untuknya?
Atau bagaimanakah rupa gadis impiannya?
Malam, apakah kamu sanggup membaca
hatiku? Apa harap yang tumbuh di hatiku?
Malam, tahukah kamu, sudah berapa lama kami
jauh, tak bersua satu dengan yang lain? Kini, tahukah kamu bahwa kami sudah
saling memberi kabar lagi?? Aku yakin, kamulah saksi bisu kami. Tetaplah diam
merangkai cerita, hingga nanti kamu ceritakan pada kami saat kami mungkin sudah
tidak mampu lagi menemukan kata untuk ciptakan cerita.
Malam, ingatkah tangisku saat patah hati
untuk pertama kalinya? Ya, patah hati saat aku tahu bahwa dia memiliki seorang
kekasih, dan kekasih itu bukan aku. Sejak saat itu, hatiku terus berkelana. Hatiku
seperti gila, singgah di hati satu ke hati yang lain dengan tetap menganggap
bahwa senyumnya yang terindah.
Malam, katakan padaku, apakah saat ini
aku ingin memilikinya? Hmmzz, aku yakin kamu hanya akan tersenyum dan
menggeleng perlahan, menatap tajam wajahku penuh makna. Sama seperti senyumku
padamu, malam-malam dimana aku terus bertahan tanpanya.
-Sahabatku, tahukah kamu bahwa aku
menyayangimu? Ya, aku yakin kamu tahu hal itu, bahkan sejak kita kecil dulu. Kamu
dimana? Ya, kamu jauh dariku. Jangan takut, aku tidak akan mengikatmu dalam
langkah kecil kakiku. Hatiku sudah bahagia dengan melihat senyummu, mendengar
kabar baik tentangmu, bahkan meskipun itu dari orang lain. Terbanglah, kejar
cita dan cintamu. Apapun dan siapapun yang akan mengisi hidupmu, itulah takdir
Tuhan yang terbaik. Aku tersadar bahwa kita berdiri di jalan yang sangat
berbeda. Kadang aku bertanya, adakah persimpangan di sana yang mempertemukan
jalan kita? Ataukah harus aku berkelana mencari ujung jalanku sendiri?
Seandainya suatu saat jalan kita justru saling berjajar, tidak akan pernah
bersimpangan satu sama lain, biarkan namaku ada dalam hidupmu sebagai seorang
sahabat yang pernah memberi warna kehidupan masa kecilmu. Terima kasih-
Senin, 17 Desember 2012 -
cerita
0
komentar
cerita
0
komentar
Laut Indah Karena Ombak Part 6
22 September 2012, aku dan teman-teman
KKN packing, balik ke Jogja untuk melanjutkan studi kami. KKN kami telah
berakhir, tapi kenangan itu tidak akan hilang bahkan ketika kami sudah keriput
nanti (I hope all of you will remember it…). Barang-barang kami diangkut dengan
mobil minibak pinjaman Akso. Akso sendiri yang membawanya dan Izi yang menjadi
kerneknya. Sisanya?? Tentu saja harus berjuang sendiri membawa diri pulang ke
Jogja. Aku dan Riya balik Jogja naik bus. Oh ya, aku belum pernah cerita soal
Riya. Riya temen KKN dari Batam. Dulu sewaktu aku masih pacaran dengan Awan,
kami sering share bareng. Pacar Riya juga di Semarang. Mereka LDR, sama dengan
aku dan Awan.
Saat aku putus dari Awan, di suatu subuh,
aku menangis. Tiba-tiba dia menghampiriku dan menggenggam tanganku. Dia
memandangku, hangat. “Kamu mungkin kehilangan Awan, tapi kamu masih memiliki
kami, sahabat-sahabatmu,” ucapnya tersenyum tulus. Cantik! Tuhan, itukah
bidadari yang Kau kirimkan untuk hapus tangisku? Aku tersenyum yang paling
tidak artinya –terima kasih, kalian begitu berarti bagiku-.
Ingat juga saat aku menangis dulu (karena
cemburu pada Izi), teman-teman bingung harus bagaimana. Lalu, tanpa
sepengetahuanku, mereka berunding untuk mengajakku jalan-jalan. Yah pada hari
yang ditentukan, kami jalan-jalan ke pasar (hiburan kami yang terdekat ya itu
pasar, akses mudah dan ya hanya itu opsi yang ada) dan kami makan makanan
kesukaanku, Baso Sapi :P yummy! Teman-teman, walau sebentar kita hidup bersama
dalam satu atap, berbagi kasur yang sempit, komentar tentang masakan rutin bu
Yam (ibu kos), tapi bagiku, aku seperti berada di tengah keluargaku sendiri,
I’ll miss you for everytime.
Setelah kepindahan kami ini, kami tinggal
di beberapa tempat yang berbeda dengan kesibukan masing-masing. Tapi bukan
berarti kami putus komunikasi sejak saat itu.
***
Pertemuan 1
Pertemuan pertama kami sejak selesai KKN
adalah saat ujian KKN. Kami berkumpul bersama di ruangan DPL. Aku pikir kami
akan mendapatkan lontaran pertanyaan tentang kinerja KKN kami, ternyata apa
yang terjadi? Beliau hanya meminta kami duduk dan bertanya hambatan yang kami
alami saat KKN. Gedubrak!! Ujian apa ini? Ini bukan ujian, ini session sharing.
Padahal, tahukah kamu? Sebelum ujian ini
aku sudah (sangat) heboh mempersiapkan kelompokku untuk menghadapi ujian. Semua
program kerja dan matriks aku unggah di facebook. Nama-nama guru dan staf SMA
pun aku unggah, bahkan sampai tukang kebun sekalipun. Kenapa? Aku hanya ingin
memberikan yang terbaik untuk kelompok. Aku ingin kami mendapatkan yang
terbaik, dan aku ingin berjuang sebaik mungkin untuk itu. Tapi nyatanya? Tidak
ada pertanyaan tentang itu satupun dari DPL.
“Wei, kapan nie Amat Bisri, si Tukang
Kebun, keluar ya namanya?” ledek Akso sambil tersenyum, melirik kepadaku.
“Iya, kayaknya udah heboh begitu, eh gak
ada pertanyaan yang jawabannya itu sih,” tambah Ano tertawa puas melihat
wajahku memerah.
Aku manyun, melarikan diri,
menyembunyikan wajahku yang semerah tomat.
“Sudah-sudah, mumpung ngumpul semua,
makan-makan yuks,” ajak Tio.
“Eiiitz, tunggu dulu, Hana ma Momon gak
ada,” seru Riya.
Hana dan Momon saat itu tengah mengikuti
seminar. Karena beberapa pertimbangan, jadilah kami pergi makan bersama tanpa
mereka. Makan-makan yang menyenangkan, kami tidak hanya bisa makan, tetapi juga
berfoto-foto dengan kamera baru Riya :P
“Udah mau pesen apa nie?” tanya Ulli.
“Aku jus alpukat deh,” jawab Izi.
“Trus siapa lagi nih yang belum?” tambah
Ulli.
“Aku, aku….,” jawabku, “Aku pesen jus
alpukat.”
“Jiiiiiah, sok kompak ma Izi lagi,” ledek
Iwi.
Eh! Aku kan tak tahu kalau Izi juga pesen
jus alpukat. Sejak dulu, aku suka jus alpukat. (Sepertinya) setelah aku tahu
Izi juga suka, aku semakin suka dengan jus alpukat. Hehehe :P (pantas saja
badanku gempal).
Aku duduk cukup jauh dari Izi, tapi aku
bisa mencuri pandang padanya (hal biasa yang selalu aku lakukan karena takkan
mampu aku memandangnya terang-terangan. Aku malu, jadi hanya ini yang bisa aku
lakukan. Sekarang, sepertinya aku semakin ahli). Begitu makan selesai, seperti
biasa, dia menyalakan sepuntung rokok (Izi perokok. Pernah aku bertanya,”Apa
kamu perokok berat?” dia menjawab, ”Tidak, hanya saja pahit kalau tidak
merokok.”). Aku tahu dia perokok sejak
KKN, sebelum itu aku tidak pernah tahu, karena selama kami bersama, hampir
tidak pernah dia menyalakan rokok di sampingku.
***
Pertemuan 2
Acara ngumpul bersama kami kedua di
Lumpia Boom. Entah tanggal berapa aku lupa. Kalau tidak salah, 30 Oktober 2012.
“Agendakan makan
malam bersama kelompok KKN, 30 Oktober 2012. Kumpul di teras perpustakaan pukul
18.30 WIB,” SMS ku pada teman-temanku.
Drrrttt…,
handphone-ku bergetar. Balasan dari Izi, “Ow bisa santai ajah.. Aku pasti
datang, hahaha…” Jawaban yang membuatku tersenyum. Entah apa yang aku pikirkan
saat itu, yang jelas aku senang dengan jawaban itu.
“Aaaasyiiik, oke
sip. Kalo bisa pada bawa motor sendiri2 yaaaa, yar cukup tebengannya,” balasku.
Sepertinya aku sama sekali tidak bisa menyembunyikan perasaan senangku. Tuhan,
Kau akan mempertemukanku dengan dia lagi, terimakasih :)
“Ow, beres
laaah.. tapi gak tahu ontime atau gak coz aku mau main sepak bola,” balas Izi.
“Oh iya, tapi
diusahakan ya, Izi J”
“ Iya mau
berangkat bareng ap?” tanyanya padaku.
Deg! Aku bingung,
apa ini maksudnya? Dia mengajakku berangkat bareng atau tanya besok berangkat
bareng temen-temen KKN? Aaaaaaaaaargh, whatever! “Iyaaalaaah…”
“haha, ya deh
besok,” jawabnya. Ya ampun, luruskan pikiranku.
Saat itu terjadi,
mungkin aku salah mengartikan kalimat Izi. Aku yang terlalu berharap dia
mengajakku berangkat bersama, padahal maksudnya berangkat bersama teman-teman
KKN. Tetapi Tuhan ternyata mendengar asa kecil dalam hatiku. Ya, Dia benar
mengabulkannya, sayang hatiku terlalu bebal untuk mengerti karuniaNya.
Malam hari H, Izi
menghubungiku, “Aku udah OTW nie.” Saat itu, jelas2 aku masih di kos. Aku malu
jika aku harus mengatakan ‘aku nebeng’ apalagi di sisi lain, aku sudah janjian
berangkat bareng dengan Harry. Bukan apa-apa, hanya saja kos Harry yang paling
dekat denganku.
“Kamu dimana?”
Izi SMS lagi setelah dia sudah sampai di lokasi dimana kami berencana untuk
berkumpul.
“Maaf aku masih
di jalan,” sesalku karena terlambat.
Setelah aku
berangkat dengan Harry, Izi SMS, “Mengapa tadi kita gak berangkat bareng?”
Deg! Tahukah dia perasaan
aku saat itu? Ngenes!! Aku ingin sekali duduk di jok belakang motor Izi,
bersama dia tentunya. Andai saja aku lebih pandai memanfaatkan kesempatan itu.
Tetapi ini bukan seutuhnya hari sialku. Aku senang karena saat makan-makan, aku
bisa berbagi dengan Izi. Berbagi apa? Segelas air minum. Sangat sepele
kelihatannya, tapi tidak bagiku, ini luar biasa.
“Ini minum saja
kalau kamu masih haus, strawberi float, hahaha,” kataku dengan tertawa. Bodohnya aku, kenapa aku
harus berbicara sambil tertawa?!! Aku hanya merasa malu, tawa itu reflex tak
sadarku. Izi melihatku begitu mendengar tawaranku, memastikan itu serius atau
tidak.
“Coba diulang
sekali lagi tanpa tertawa,” pinta Ulli, “Dia belum yakin itu.” Aku tak bisa
mengulang lagi kalimat itu. Aku hanya bisa menunduk, menghindar dari tatapan
teman-teman dan tersenyum malu.
Aku sangat malu
saat aku menawarkan diri untuk berbagi minum dengan Izi. Andai dia melihat
wajahku saat itu, mungkin wajahku sudah seperti bara api, tidak hanya merah,
tetapi juga terasa panas :P Aku ingin selalu berbagi dengan Izi, bahkan juga
‘hatiku’. Andai dia tahu….
Ribuan hari aku menunggumu, jutaan lagu tercipta
untukmu, apakah kau akan terus begini.
Masih adakah celah di hatimu yang masih bisa tuk ku
singgahi,
Cobalah aku kapan engkau mau.
Tahukah lagu yang kau suka?
Tahukah bintang yang kau sapa?
Tahukah rumah yang kau tuju?
Itu aku!
***
Sebelum pertemuan
ketiga ini (pertemuan terakhir Tria dengan sahabat KKN hingga aku menulis
tentang ini), akan aku ceritakan kisah Izi dan Tria di luar sebagai anggota
KKN.
15 November 2012
Aku tengah liburan di rumah. Bengong
seperti sapi ompong (pernah liat heh?). SMS ajah Izi, “Mudik gak nie?” Saat aku
kirim SMS itu, sama sekali tak ada harapan untuk mendapatkan balasan darinya.
Tetapi ternyata, “Gak ini masih di Jogja…
Mudik apa kamu?” balas Izi. Yes! Dibalas juga. Hehe.
Bla… bla… percakapan mengalir begitu
saja.
“Besok aku ada event pertandingan ma
Tunas Jogja, jadi aku gak pulang,” cerita Izi.
“Jadi pengen nonton deh, beneran…” jawabku
asal.
“Hehe, ya nonton sini,” tanggapnya, “Aku
suka banget ma bola.”
Tanggapku, “Hidupmu bola no, kapan ya aku
bisa jadi bola? :O hehe.”
“Hah, jadi bola?! Kamu mau ya ditendangin…
haha :D,” candanya. Apa dia tidak mengerti maksudku atau berpura-pura tidak
tahu? Gemas!
“:P iiih bukan bagian tu juga yang aku
mau… hehe, tapi bgian…… mmmzz, he,” jawabku malu-malu dan sengaja tidak
meneruskan ucapanku (agar Izi penasaran dan jujur aku memang tidak sanggup
melanjutkannya).
“Haha, kamu bisa ajah!” jawabnya lagi.
Maksudnya? Dia mengerti atau tidak?
Aku rasa, aku mulai ketagihan membaca SMS
Izi. Bagaimana ini? :O Aku berharap semua ini takkan pernah membuat dia merasa
terganggu.
2 Desember 2012
Suatu siang, aku salah kirim ke Izi.
Sebenarnya SMS itu untuk sahabatku, Nita. (Benarkah salah kirim?) Sejujurnya
tidak. Aku sengaja mengirim SMS ini untuk memancing pembicaraan dengan Izi.
Pura-pura salah kirim SMS, klasik!
“Nita, Gini nie jomblo, balik mudik sndiri,
ujan deres gak bawa payung, turun dari angkot sengaja depan toko, beli payung,
bayar, gak perlu bungkus, langsung pake, jalan dah sampe kos. Haha,”
Langsung aku sambung dengan SMS ini, “Huwaaaaaaaaaaa
:3 maaf salah kirim…”
Beberapa saat kemudian, seperti tebakan
aku, Izi pasti membalasnya, “Haha, ya oke. Derita orang jomblo yah.. Haha.”
Aku balas, “Duh, aku malu laaah, pengen
tutupan panci jadinya.. :P he, lagi becandaan ja tadi ma temen.”
“Hahaha, kurang tuh tutupan ember
skalian… Emang knapa sih kalo jomblo mbok malah lebih bebas, hahaha,” tanyanya
padaku.
Balasku (ini dia momen yang aku
tunggu-tunggu, saat dimana kami membahas soal cinta, meski bukan tentang kami),
“Oh iya sie… Tadi cuma becandaan aja ma temen aku yang LDR. Kamu udah punya
pacar?”
“Walah, pacar aku gak punya, belum pengen
pacaran nih… hahaha,” jawabnya yang membuatku terpaku.
‘belum pengen pacaran’ katanya. Itu
artinya dia masih menutup hatinya, bahkan sampai saat ini kami saling mengenal.
Apakah itu juga artinya aku tak menarik hatinya hingga dia mau membukakan pintu
hatinya untuk cinta.
“Wei, kalau udah buka lowongan buat jadi
pacar kamu kasih kabar yak ke aku, mungkin aku mau daftar :P hehehe, jangan
lupa kasih tau syarat-syaratnya :D haha,” candaku (meskipun sebenarnya itu
ungkapan hatiku).
“Ow iya beres deh, Haha. Bisa ajah nie
km..,” balasnya dengan innocent. Sial! Apa dia tak menangkap sinyal apapun?
Akhirnya, terucap juga kata-kata itu. Aku
tak pernah mengerti bagaimana penangkapan Izi dengan pernyataan aku tadi.
Mungkin dia hanya menganggap ini lelucon, padahal semua itu memberikan aku banyak
jawaban atas rasa di hatiku. Sekarang, aku tahu bahwa dia belum memiliki
keinginan mempunyai seorang pacar. Itulah sebabnya dia terkesan tak peduli dengan
diriku. Kenapa aku mengatakan begini? Ya memang dia membalas SMS ku, tapi dia
tak pernah ada keinginan untuk SMS terlebih dahulu. Padahal ingin sekali aku
mendengar sapanya :3 sudahlah, ini prinsip hidupnya.
8 Desember 2012
Izi, bolehkah aku menulis apapun tentangmu
saat aku merindukanmu? :P Tak masalah jika ini hanya akan tersimpan dalam
folder penyimpananku, tanpa pernah kamu tahu. Ini lebih baik ^_^ Aku tahu
perasaanmu, aku ingin kamu mendapatkan yang terbaik. Aku rasa, itu bukan aku
:’( Ya, bukan aku.
Tahukah kamu, Izi, bahwa kamu
memberikanku warna. Mungkin aku benar-benar penjahat cinta >_< Aku
tertarik padamu sejak sebelum aku memutuskan untuk berpacaran dengan Awan. Kamu
memberikanku satu alasan untuk tersenyum saat hatiku kacau karena hubuganku
dengan Awan berantakan. Bukankah aku benar-benar seorang pecundang?! Hahaha :D
begitu gila! Aku takkan pernah memiliki kata-kata yang tepat untuk menyapamu,
salah tingkah. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat bertemu
denganmu. Membosankan, bukan?!
Kamu memberikanku satu alasan untuk tetap
sendiri saat ini, akankah aku menjadi satu alasanmu membuka hatimu suatu saat
nanti, Izi? :O
Sebuah novel yang aku baca, Kau, Aku dan
Sepucuk Angpau Merah, menceritakan bahwa cinta adalah pembiasaan. Lama-lama
terbiasa, maka lama-lama cinta. Cinta adalah proses, proses transformasi
perasaan dari sekadar sahabat menjadi seseorang yan spesial. Kita tidak pernah
tahu masa depan. Dunia ini terus berputar. Perasaan bertunas, tumbuh mengakar,
bahkan berkembang biak di tempat yang paling mustahil dan tidak masuk akal
sekalipun. Perasaan kadang dipaksa tumbuh di waktu dan orang yang salah.
Aku tak akan berusaha mengikatmu dengan
komitmen selama kamu tidak menginginkannya. Aku takkan berambisi untuk
memilikimu hanya untukku. Kamu pantas dapatkan waktu dan orang yang indah.
Kerianganmu memberikanku satu kelegaan tersendiri :) tetaplah seperti
kamu adanya.
Pertemuan 3, 11 Desember 2012
Pertemuan kali ini, Izi tidak berangkat.
Dia bekerja kembali di kafe. Aku dan 10 temanku yang lain makan bersama di WS.
“Kalau kami mau ke tempat Izi kerja, kamu
mau ikut?” tanya Tio sambil tersenyum genit padaku.
“Eh, emmz, ikut teman-teman aja,” jawabku
salah tingkah.
“Ayo kita nemuin Izi di kafe,” ajak Tio.
“Ayoooo!” jawab teman-teman kompak,
kecuali aku. Aku pura-pura mengabaikan ajakan itu dan minum jus alpukat
(kesukaanku seperti biasa).
“Ada yang pura-pura gak denger nih,
padahal dia yang paling seneng,” ledek Tio lagi.
Sial! Sampai kapan Tio akan menggodaku?
Wajahku sudah tak jelas bagaimana rupanya, aku salah tingkah.
Benar saja, aku dan teman-teman dari
20.30-01.30 WIB nongkrong bareng di kafe tempat Izi bekerja. Izi lebih terlihat
gemuk. Di sana, aku bisa melihatnya tersenyum, tanpa beban, sangat indah, dan
akan selalu membuatku rindu. Aku lagi-lagi (seperti biasa sejak dulu) hanya
bisa mencuri pandang. ‘Aku belum pengen pacaran’ ucapan Izi melintas
dipikiranku. Aaarrgh, sungguh terlalu…. Kenapa kata-kata itu melintas di otakku
saat seperti ini? Ingin menyadarkanku, hah.
Aku mencoba mengalihkan pikiranku untuk
bermain kartu dengan teman-tema, walhasil aku kalah. Tahukah kamu apa
hukumannya? Jalan menggunakan satu kaki dari dalam RM sampai ke tempat parkir.
Tidak hanya itu, aku harus mengenakan helm. OMG! Tega sekali bukan
teman-temanku yang (seru) jahil itu. Tetapi, dari ketiga pertemuan KKN kami,
ini yang paling seru.
Begitu kami mau pulang, Izi menghampiri
kami. Ya untuk berpamitan. Lagi-lagi mereka mengerjaiku.
“Ayo, pamitan ma Izi mewakili kami,”
tantang Tio.
Aku? Jongkok menutup wajahku dengan
tangan. Aku malu. Entah kenapa di setiap ada Izi, rasa maluku tumbuh puluhan kali
lipat. Aku tak sanggup menatapnya.
“Ya udah pulang saja sana :)” ucap Izi yang
melihatku hanya malu-malu dari tadi.
Akhirnya aku memutuskan untuk langsung
saja menuju tempat parkir. Sekilas, aku menoleh ke belakang melihat Izi. Begitu
wajahku sudah menghadap ke depan, aku tersenyum. Dalam hati aku berkata,
“Mungkin ini adalah kebodohanku yang selalu saja tak pandai memanfaatkan
kesempatan bersamamu. Entah kapan lagi aku akan bertemu denganmu. Tetapi terima
kasih untuk setiap senyum yang kamu tunjukkan di hadapanku. Aku bahagia dengan
setiap momen yang tercipta antara kita. Terima kasih….”
…
Ku bahagia kau telah terlahir di dunia,
Dan
kau ada diantara milyaran manusia,
Dan
ku bisa dengan radarku menemukanmu….
Pagi hari, 04.00 WIB, 12 Desember 2012
Tria terbangun dan mengerti satu hal.
Cinta sejati selalu menemukan jalan. Ada
saja kebetulan, takdir atau apalah sebutannya. Tapi sayang, orang yang menyebut
dirinya tengah dirundung cinta justru selalu memaksakan jalan cerita. Jika
berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya. Kejutan yang
menyenangkan.
-Tere Liye/ Kau, Aku dan Sepucuk Angpau
Merah-
Apakah ini berarti Tria mulai lelah
mengharapkan Izi? Mungkin tidak, Tria hanya tidak ingin memaksakan apa yang
memang belum saatnya terjadi. Liye benar, jika Tuhan inginkan Tria dan Izi bersama,
pasti akan ada momen dimana Izi akhirnya membuka hati untuk Tria. Dengan
siapapun Izi atau Tria nanti serahkan hati, itu pasti yang terbaik.
Laut tak pernah benar-benar memiliki ombak. Ombak akan datang dan pergi seiring semilir angin. Tetapi, laut sangat menyadari bahwa ombak inilah yang membuat warna dirinya menjadi indah.
Life must go on.
…………….
Drrrrrrrrrt, pesan masuk di HP Tria!
“Hai namaku Praja, aku dapet nomor HP-mu
dari Dina, temen sekelasmu. Boleh kenalan?”
-end-
Laut Indah Karena Ombak Part 5
Detik-detik penarikan anggota KKN semakin
dekat. Tugas sekretaris pun semakin berat. Deadline laporan sudah di depan
mata, siap membuatku insomnia setiap kali mengingatnya (over). Aku bekerja
beberapa jam lebih lama di depan komputer daripada biasanya. Inilah bentuk
tanggung jawabku sebagai sekretaris yang baik (nggayanyeeeee). Akhirnya,
“Huuuuuuuuuuuuuuwek!” aku muntah. Pusing
dengan radiasi komputer.
“Kamu sakit? istirahatlah,” Iwi
memastikan.
Tak banyak omong, aku langsung ke kamar.
Ya, kepalaku pusing dan perutku mual. Beberapa kali, aku berlari ke kamar mandi
untuk muntah. :P hehehe. Saat kembali, aku dengar Iwi, Ulli, dan Hesti tengah
meributkan sesuatu sambil memainkan handphone-ku. Curiga, aku mendekati mereka.
“Oi!,” kaget Ulli.
“Ada apa?” tanyaku curiga.
“Hehehe, Izi SMS kamu,” jawab Iwi.
“Izi?!! Masa sih dia SMS aku dulu, kalian
SMS dia heh?” tanyaku tak percaya.
“Gak kok, lihat aja,” sanggah Hesti.
Iya, Izi SMS. Begini bunyinya, “Lutisan
yuks!”
“Pas banget kamu muntah-muntah, Izi
nyidam lutis,” ledek Ulli.
“Oh iya ya, aku ledek Izi aaaah,” goda
Iwi.
Huuuuft, dasar temen-temen yang jail
(asyik). Aku tersenyum membaca pesan Izi selanjutnya, “Kamu sakit apa?”
Hem, pasti Iwi sudah SMS Izi, “Gak
apa-apa, Cuma pusing aja. Oke deh, besok lutisan di kos cewe aja.” Asyik,
ketemu Izi, sorak hatiku.
Malamnya, Akso SMS, “Laporan sudah sampai
mana? Ada yang bisa aku bantu?”
“Oh iya aku butuh laporan kerja KKN
individu,” balasku.
“Oke, aku datang ke kos cewe ya,” sanggup
Akso.
Benar saja, tak lama kemudian, Akso
datang. Aku buka pintu dan aku melihat Izi di belakang Akso. Ternyata, Akso
datang bersama Izi. “Ayo masuk,” aku mempersilakan mereka masuk.
“Ini datanya ada di FD, sekalian punya
Tio dan Putra,” kata Akso.
“Aku minta foto-foto KKN dong,” seru Izi
ke Iwi.
“Itu minta di Tria, ada di leppy Hesti,”
jawab Iwi dari dalam kamar.
Segera aku duduk di samping Izi,
membantunya mencari file yang dia inginkan. Sesekali jemari kami bersentuhan,
tapi tak seperti di sinetron yang membuat kami langsung berpandangan,
(sepertinya) semua berjalan biasa saja. Kondisi yang masih sakit membuatku
lebih banyak menyandarkan kepalaku di atas meja, dengan bantal jaket khas Izi,
jaket NIKE, tercium aroma khas tubuh Izi. Iwi dan Ulli sudah keluar dari kamar
menemani Akso.
Sekitar pukul 21.00 WIB, “Woi, pulang
yuks,” ajak Akso.
“Bentar lah,” jawab Izi.
Entah kenapa, aku tersenyum mendengar
jawaban Izi (what happened with me?). Aku lupa kalau tadi siang pusing dan
mual-mual. Antibodiku meningkat karena aku bahagia :P semangat positif!
***
19 September 2012, masa-masa penarikan
mahasiswa KKN dari sekolahku. Kami perpisahan dengan pihak sekolah. Ada tawa
dan tangis keharuan di sana. Kami berterimakasih dengan kenakalan khas
mahasiswa kami, sekolah dengan sabar tetap membimbing kami dan memberikan kami
banyak pengalaman untuk menjadi guru masa depan yang professional dan
berdedikasi tinggi (aamiin). Tanpa mengenal lelah, guru pembimbing kami dengan
sabar dan ketekunan ekstra mengajari kami banyak hal bagaimana menyampaikan
ilmu kami kepada siswa sehingga perjuangan kami mencari ilmu menjadi berkah dan
bermanfaat. Pengalaman adalah guru yang terbaik, dan kami mendapatkan itu di
sana.
Jabat
tanganku mungkin untuk yang terakhir kali kita berbincang tentang memori di
masa itu.
Peluk
tubuhku usapkan juga air mataku, kita terharu seakan tiada bertemu lagi.
Bersenang-senanglah
karena hari ini akan kita rindukan di hari nanti,
sebuah
kisah klasik untuk masa depan.
Bersenang-senanglah
karna waktu ini akan kita banggakan di hari tua.
Sampai
jumpa kawanku semoga kita slalu menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan….
Tugas akhir kami adalah mengumpulkan
laporan KKN sebagai pertanggung jawaban atas kerja kami. Kami membutuhkan tanda
tangan dari pihak sekolah. Ternyata prosedurnya tidak semudah yang aku
bayangkan. Kepsek membaca isi laporan dan kurang setuju dengan apa yang kami
tulis. Laporan kami lebih memberikan opini kualitatif, sementara kepsek
menginginkan tulisan yang bersifat kuantitatif karena menurut beliau kami tidak
berhak men-judge dengan opini subjektif kami. Akhirnya, pulanglah kami dengan
kewajiban revisi laporan. Salah satu yang revisi adalah Izi.
Kami pulang dengan membawa beban laporan
yang cukup berat.
“Sini, sini aku yang bawain, aku mau
bonceng naik motor,” seru Ulli.
Dengan cepat, Ulli mengambil tumpukan
laporan di tangan kami dan membawanya ke tempat parkir.
“Uuuuh, dasar Ulli, ternyata mau minta
bonceng Izi,” kesal Iwi.
Oh ya sudah tahukah kalian, selama KKN
berlangsung ternyata tak sedikit teman-teman yang dalam diamnya mengagumi sosok
Izi (dan aku salah satunya). Bahkan saat ngumpul bersama, untuk semakin
meningkatkan ke-seru-an kami berkumpul, kami akan saling merebutkan Izi dengan
memamerkan momen-momen spesial kami bersamanya. Aneh sekali cowo seperti dia
masih jomblo :O mungkin, siapapun cewe yang akan menaklukkan hatinya pastilah
dia sangat beruntung (semoga saja aku, hahaha :D ngarep, tapi kok nggak ngaca
dulu ya mbak’e).
Aku dan Iwi naik motor bersama,
sesampainya di kos, aku melihat Izi sedang dikerumuni temen-temen cewe. Entah
reflex atau terbawa perasaan, aku meletakkan tumpukan laporan yang aku bawa di
atas meja dengan cukup keras. Aku saja terkejut dengan hasil suara yang
terjadi, “Bukkkk!”
“Weeeeih, Tria cemburu euy, marah nie ye
aku deket-deket Izi,” ledek Ulli.
Aku yang masih terkejut dengan sikapku
sendiri cuma bisa tersenyum dan berkata, “Apaan coba?!! >_<”
Lalu, aku masuk dalam kerumunan, duduk di
samping Izi. Entahlah, apakah teman-teman memang sengaja memberikanku waktu
terakhir bersama Izi atau bagaimana, lama-lama mereka pergi satu persatu dan
tinggallah aku berdua dengan Izi merevisi laporan KKN. Kami menatap komputer
yang sama, saling bertukar pikiran, malu-malu mencuri pandang, tersenyum. Kami
benar-benar dekat saat itu. Hanya dapat tersenyum dan tersenyum yang aku ingat
saat itu.
“Ciiiie yang lagi PDKT nie… Nyari gebetan
euy!” ledek Iwi.
“Wah, mereka serasi sudah, aku iri
melihat mereka,” ledek Momon.
Wajahku memerah, aku malu karena sindiran
itu sungguh mengena hatiku :P meskipun mungkin tidak untuk Izi.
“Huuuzz, jangan begitulah,” tegas Izi.
Aku sangat suka saat itu –Terima kasih
teman-teman, kalian memberikanku momen terakhir yang menyenangkan bersama Izi.
Terima kasih Izi, kamu banyak memberikanku momen-momen bertemu denganmu di
hari-hari terakhir KKN memberikanku kekuatan dan semangat (sembuhkan hati). Terima kasih Tuhan, telah Kau berikanku
kesempatan indah itu dan dalam hati selalu terbersit sebuah doa ‘beri aku
sedikit waktu lebih lama lagi bersamanya’-
Saatku
tenggelam dalam sendu, waktupun enggan untuk berlalu,
Ku
berjanji tuk menutup pintu hatiku entah untuk siapapun itu.
Semakin
kulihat masa lalu, semakin hatiku tak menentu,
Tetapi
satu sinar terangi jiwaku saatku melihat senyummu….
Kini
ku ingin hentikan waktu bila kau berada di dekatku.
Bunga
cinta bermekaran dalam jiwaku kan ku petik satu untukmu.
Dan
kau hadir merubah segalanya menjadi lebih indah,
Kau
bawa cintaku setinggi angkasa membuatku merasa sempurna.
Dan
membuatku utuh tuk menjalani hidup.
Berdua
denganmu selama-lamanya, kaulah yang terbaik untukku….
***
Langganan:
Komentar (Atom)


