Senin, 17 Desember 2012 - 0 komentar

Laut Indah Karena Ombak Part 5



Detik-detik penarikan anggota KKN semakin dekat. Tugas sekretaris pun semakin berat. Deadline laporan sudah di depan mata, siap membuatku insomnia setiap kali mengingatnya (over). Aku bekerja beberapa jam lebih lama di depan komputer daripada biasanya. Inilah bentuk tanggung jawabku sebagai sekretaris yang baik (nggayanyeeeee). Akhirnya,
“Huuuuuuuuuuuuuuwek!” aku muntah. Pusing dengan radiasi komputer.
“Kamu sakit? istirahatlah,” Iwi memastikan.

Tak banyak omong, aku langsung ke kamar. Ya, kepalaku pusing dan perutku mual. Beberapa kali, aku berlari ke kamar mandi untuk muntah. :P hehehe. Saat kembali, aku dengar Iwi, Ulli, dan Hesti tengah meributkan sesuatu sambil memainkan handphone-ku. Curiga, aku mendekati mereka.
“Oi!,” kaget Ulli.
“Ada apa?” tanyaku curiga.
“Hehehe, Izi SMS kamu,” jawab Iwi.
“Izi?!! Masa sih dia SMS aku dulu, kalian SMS dia heh?” tanyaku tak percaya.
“Gak kok, lihat aja,” sanggah Hesti.

Iya, Izi SMS. Begini bunyinya, “Lutisan yuks!”
“Pas banget kamu muntah-muntah, Izi nyidam lutis,” ledek Ulli.
“Oh iya ya, aku ledek Izi aaaah,” goda Iwi.
Huuuuft, dasar temen-temen yang jail (asyik). Aku tersenyum membaca pesan Izi selanjutnya, “Kamu sakit apa?”
Hem, pasti Iwi sudah SMS Izi, “Gak apa-apa, Cuma pusing aja. Oke deh, besok lutisan di kos cewe aja.” Asyik, ketemu Izi, sorak hatiku.

Malamnya, Akso SMS, “Laporan sudah sampai mana? Ada yang bisa aku bantu?”
“Oh iya aku butuh laporan kerja KKN individu,” balasku.
“Oke, aku datang ke kos cewe ya,” sanggup Akso.

Benar saja, tak lama kemudian, Akso datang. Aku buka pintu dan aku melihat Izi di belakang Akso. Ternyata, Akso datang bersama Izi. “Ayo masuk,” aku mempersilakan mereka masuk.
“Ini datanya ada di FD, sekalian punya Tio dan Putra,” kata Akso.
“Aku minta foto-foto KKN dong,” seru Izi ke Iwi.
“Itu minta di Tria, ada di leppy Hesti,” jawab Iwi dari dalam kamar.

Segera aku duduk di samping Izi, membantunya mencari file yang dia inginkan. Sesekali jemari kami bersentuhan, tapi tak seperti di sinetron yang membuat kami langsung berpandangan, (sepertinya) semua berjalan biasa saja. Kondisi yang masih sakit membuatku lebih banyak menyandarkan kepalaku di atas meja, dengan bantal jaket khas Izi, jaket NIKE, tercium aroma khas tubuh Izi. Iwi dan Ulli sudah keluar dari kamar menemani Akso.

Sekitar pukul 21.00 WIB, “Woi, pulang yuks,” ajak Akso.
“Bentar lah,” jawab Izi.
Entah kenapa, aku tersenyum mendengar jawaban Izi (what happened with me?). Aku lupa kalau tadi siang pusing dan mual-mual. Antibodiku meningkat karena aku bahagia :P semangat positif!
***
19 September 2012, masa-masa penarikan mahasiswa KKN dari sekolahku. Kami perpisahan dengan pihak sekolah. Ada tawa dan tangis keharuan di sana. Kami berterimakasih dengan kenakalan khas mahasiswa kami, sekolah dengan sabar tetap membimbing kami dan memberikan kami banyak pengalaman untuk menjadi guru masa depan yang professional dan berdedikasi tinggi (aamiin). Tanpa mengenal lelah, guru pembimbing kami dengan sabar dan ketekunan ekstra mengajari kami banyak hal bagaimana menyampaikan ilmu kami kepada siswa sehingga perjuangan kami mencari ilmu menjadi berkah dan bermanfaat. Pengalaman adalah guru yang terbaik, dan kami mendapatkan itu di sana.
Jabat tanganku mungkin untuk yang terakhir kali kita berbincang tentang memori di masa itu.
Peluk tubuhku usapkan juga air mataku, kita terharu seakan tiada bertemu lagi.
Bersenang-senanglah karena hari ini akan kita rindukan di hari nanti,
sebuah kisah klasik untuk masa depan.
Bersenang-senanglah karna waktu ini akan kita banggakan di hari tua.
Sampai jumpa kawanku semoga kita slalu menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan….

Tugas akhir kami adalah mengumpulkan laporan KKN sebagai pertanggung jawaban atas kerja kami. Kami membutuhkan tanda tangan dari pihak sekolah. Ternyata prosedurnya tidak semudah yang aku bayangkan. Kepsek membaca isi laporan dan kurang setuju dengan apa yang kami tulis. Laporan kami lebih memberikan opini kualitatif, sementara kepsek menginginkan tulisan yang bersifat kuantitatif karena menurut beliau kami tidak berhak men-judge dengan opini subjektif kami. Akhirnya, pulanglah kami dengan kewajiban revisi laporan. Salah satu yang revisi adalah Izi.

Kami pulang dengan membawa beban laporan yang cukup berat.
“Sini, sini aku yang bawain, aku mau bonceng naik motor,” seru Ulli.
Dengan cepat, Ulli mengambil tumpukan laporan di tangan kami dan membawanya ke tempat parkir.
“Uuuuh, dasar Ulli, ternyata mau minta bonceng Izi,” kesal Iwi.

Oh ya sudah tahukah kalian, selama KKN berlangsung ternyata tak sedikit teman-teman yang dalam diamnya mengagumi sosok Izi (dan aku salah satunya). Bahkan saat ngumpul bersama, untuk semakin meningkatkan ke-seru-an kami berkumpul, kami akan saling merebutkan Izi dengan memamerkan momen-momen spesial kami bersamanya. Aneh sekali cowo seperti dia masih jomblo :O mungkin, siapapun cewe yang akan menaklukkan hatinya pastilah dia sangat beruntung (semoga saja aku, hahaha :D ngarep, tapi kok nggak ngaca dulu ya mbak’e).

Aku dan Iwi naik motor bersama, sesampainya di kos, aku melihat Izi sedang dikerumuni temen-temen cewe. Entah reflex atau terbawa perasaan, aku meletakkan tumpukan laporan yang aku bawa di atas meja dengan cukup keras. Aku saja terkejut dengan hasil suara yang terjadi, “Bukkkk!”
“Weeeeih, Tria cemburu euy, marah nie ye aku deket-deket Izi,” ledek Ulli.
Aku yang masih terkejut dengan sikapku sendiri cuma bisa tersenyum dan berkata, “Apaan coba?!! >_<”

Lalu, aku masuk dalam kerumunan, duduk di samping Izi. Entahlah, apakah teman-teman memang sengaja memberikanku waktu terakhir bersama Izi atau bagaimana, lama-lama mereka pergi satu persatu dan tinggallah aku berdua dengan Izi merevisi laporan KKN. Kami menatap komputer yang sama, saling bertukar pikiran, malu-malu mencuri pandang, tersenyum. Kami benar-benar dekat saat itu. Hanya dapat tersenyum dan tersenyum yang aku ingat saat itu.

“Ciiiie yang lagi PDKT nie… Nyari gebetan euy!” ledek Iwi.
“Wah, mereka serasi sudah, aku iri melihat mereka,” ledek Momon.
Wajahku memerah, aku malu karena sindiran itu sungguh mengena hatiku :P meskipun mungkin tidak untuk Izi.
“Huuuzz, jangan begitulah,” tegas Izi.

Aku sangat suka saat itu –Terima kasih teman-teman, kalian memberikanku momen terakhir yang menyenangkan bersama Izi. Terima kasih Izi, kamu banyak memberikanku momen-momen bertemu denganmu di hari-hari terakhir KKN memberikanku kekuatan dan semangat (sembuhkan hati).  Terima kasih Tuhan, telah Kau berikanku kesempatan indah itu dan dalam hati selalu terbersit sebuah doa ‘beri aku sedikit waktu lebih lama lagi bersamanya’-
Saatku tenggelam dalam sendu, waktupun enggan untuk berlalu,
Ku berjanji tuk menutup pintu hatiku entah untuk siapapun itu.
Semakin kulihat masa lalu, semakin hatiku tak menentu,
Tetapi satu sinar terangi jiwaku saatku melihat senyummu….
Kini ku ingin hentikan waktu bila kau berada di dekatku.
Bunga cinta bermekaran dalam jiwaku kan ku petik satu untukmu.
Dan kau hadir merubah segalanya menjadi lebih indah,
Kau bawa cintaku setinggi angkasa membuatku merasa sempurna.
Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup.
Berdua denganmu selama-lamanya, kaulah yang terbaik untukku….
***

0 komentar:

Posting Komentar