Senin, 10 Desember 2012 - 0 komentar

Laut Indah Karena Ombak Part 2


Ini sisi lain kehidupan Tria, selain sebagai sekretaris kelompok KKN. Dia mahasiswi simpel, yang autis dengan hidupnya (kata seorang teman). Ya memang benar, pribadinya yang introvert kadang membuatnya kesulitan bergaul. Belum lagi style-nya yang old fashion. Bukan rahasia, Tria tidak pandai ber’make-up’ walau dia seorang perempuan. Tambahan kacamata lengkaplah dia seperti tokoh culun yang biasa tampil di sinetron. Hahaha :D sayangnya, beberapa waktu sebelum ini terjadi, kacamatanya hilang. Jadilah mata Tria dengan fokus yang berbeda antara kanan dan kiri, sekarang, tanpa kacamata. 

Tria seorang manusia yang punya hati. Hidupnya seperti roda yang berputar, kadang dia tersenyum bahagia, kadang dia tersenyum menutupi sakitnya. Hah, sudahlah, singkatnya aku hanya ingin bilang, saat itu aku sedang dalam proses ‘move on’ dari mantanku yang tak pernah direstui orang tuaku. Biasa problem anak muda. Sudah cukup lama aku berdiam dengan hatiku, hingga akhirnya aku memutuskan untuk membuka hati. Siapakah seseorang yang telah mengetuk pintu hatiku?

Jumat, 6 April 2012, dalam waktu yang sangat singkat, entah apakah aku sudah berpikir tentang ini atau hanya terhanyut perasaan, aku putuskan berpacaran dengan Awan. Sahabat lama, yang muncul lagi setelah sebulan putus dari pacarnya (benarkah sudah putus? Entah! Itu jawaban yang tepat). Gilakah aku? Hahaha :D cinta tak ada logika, modusku. Sebelum tanggal itu, 3 tahun aku tak pernah bertemu dengan Awan. Sesekali saja Awan menyapaku lewat SMS. Hanya saja ada satu hal yang membuatku tetap ingat perasaan itu, perasaan saat pertama aku jatuh hati padanya. Satu hal itu adalah cincin. Cincin warna perak dengan tepian warna emas yang 3 tahun lalu dia berikan padaku. Sejak tanggal 6 April, cincin itu melekat erat di jari tengah tangan kiriku. 

Sudahkah aku mengenalnya dengan baik? Jangan tanyakan itu padaku, karena bahkan sejak hampir 3 tahun aku tidak bertemu dengannya, kemarin baru 2 kali aku bertemu dengannya, aku langsung menerimanya menjadi pacarku. Hahaha :D Saat itu, aku bahkan belum tahu masa lalunya dengan mantannya. Bukan tak pernah aku bertanya, hanya saja saat aku bertanya tentang masa lalunya, Awan selalu marah padaku “Aku tak suka membahas hal yang membuat aku kesal. Masa laluku adalah hal yang membuat aku badmood!” Diam.
Kisah cintaku tak berjalan tanpa halangan seperti jalan tol. Aku dan Awan jauh, aku di Jogja dan dia di Semarang. Sesekali saat libur cukup panjang barulah kami bisa bertemu, itupun kalau Awan gak sibuk (aku kasih tau ya Awan itu ngakunya ketua UKM Baseball, sekarang dia atlet baseball Semarang). Lebih sering, kami berkomunikasi lewat SMS, tak banyak tapi lebih baik daripada tidak sama sekali. Aku selalu takut jenuh datang menghampiri kami. Aku dengan segala keterbatasanku, akankah mampu terus mengikuti langkah kaki kehidupannya?
***
Beberapa hari sebelum 2 Juni 2012, seperti malam-malam sebelumnya, aku merapat di teras perpustakaan.
“Teman, adakah diantara kalian yang senggang 2 Juni besok? Aku ma Hesti harus pergi mengambil spesimen di Krakal. Maukah 2 orang dari kalian mengantar kami?” mohonku saat itu.
“Wah sibuk tuh, aku ada trip ke lokasi penduduk suku Badui,” kata Tio.
“Aku juga gak bisa, bisnis,” kata Akso.
“Aku juga gak bisa, sorry, coba dong hubungi yang Semarang tu, demi cinta pasti maulah,” goda Ano, si Ketua kelompok.
Temen-temen KKN langsung aja heboh, saat itu juga status aku menyebar, kecuali Izi. Dia tidak datang merapat saat itu.
“Nih si Harry bisa, kurang satu lagi aja,” solusi Ano.
“Nah, Izi aja di SMS, Sini aku yang SMS dia,” tawar Tio sembari merebut handphone-ku.
Aaaaaaaaaargh, menyebalkan! Mereka asyik sekali menggodaku semalaman itu.
“Aduh aku jadi bingung, uangku habis, aku mau mudik je,” jawab Izi setelah Tio SMS minta tolong, atas namaku, tentu saja.
“Please, mau ya… Ini penting banget buat KKN aku. Masalah uang nanti pinjem aku dulu gak apa-apa deh,” mohonku memelas.
“Iya deh, demi kelompok KKN,” sanggup Izi.
“Makasih ya, masalah motor, Akso mau pinjemin kok,” legaku.
***
Sabtu, 2 Juni 2012, pukul 05.00 WIB “Hallo, udah bangun lom nie? Ayo bangun, jadikan antar aku ke pantai? Jangan lupa ya,” telponku.
Izi menjawab di seberang sana, “Iya udah bangun kok. Oke!”
IM3 ke XL booooo… gak masalah, toh ini memang urusan penting. Sudah aku siapkan pulsa yang cukup untuk ini (sengaja).
Beberapa saat kemudian,
“Aku udah di gang, kosmu mana?” tanya Izi.
“Oh ya, aku keluar deh, lurus aja,” jawabku, gugup. Aku akan bertemu Izi hari ini, wow!
“Hai, makasih ya udah datang, maaf ngrepotin,” kataku membuka pertemuan pagi itu.
“Iya gak apa-apa,” jawabnya singkat.
“Udah makan?” lanjutku mencoba mengisi kekosongan sambil menunggu teman-teman yang lain berkumpul.
“Ya, sudah,” jawabnya dengan senyum dari bibir khasnya, yang suatu saat nanti aku tahu, bentuk bibirnya unik karena kecelakaan.
Kini, aku tengah berdiri di sampingnya. Dia duduk di atas jok motor Akso. Dia mengenakan kemeja panjang bergaris hitam dan celana jeans panjang (resmi sekali :P). Apapun yang dia pakai, tetap saja menarik pandangan mataku untuk tetap melihatnya (lupa udah punya Awan). Kakinya jenjang, membuatku yakin dia sangat lelah duduk berpuluh-puluh menit di motor dalam perjalanan ke Krakal nanti.
Tak lama, teman-teman berkumpul dan berangkatlah kami. Ini pertama kalinya Izi ke Krakal. Ini pertama kalinya, aku perjalanan jauh bersama Izi. Menyenangkan J Paling tidak, aku merasa nyaman duduk di belakangnya. Sampai akhirnya, sampailah kami di pantai. Aku dan teman-teman Biologi, turun ke pantai mengambil spesimen, sedangkan Izi dan Harry berjalan-jalan.
Saat selesai, kami sempatkan narsis di pantai. Hehehe :P sayang jika pemandangan indah dilewatkan begitu saja. Aku? Aku duduk bersama Izi, berdua, di tepi pantai, memandang lautan biru. Seperti ombak di lautan yang bergemuruh itu, hatiku pun bergemuruh. Suasana ini indah. Mungkin sejak saat itu, aku suka pantai yang berombak. Kami bercakap banyak hal.
“Kenapa kamu gak ikut foto?” Tanya Izi.
“Aku nemenin kamu, masa iya aku tega biarin kamu sendiri,” jawabku sekenanya (meski sejujurnya, aku memang ingin duduk berdua dengannya).
Izi hanya tersenyum dan memalingkan wajahnya memandang lautan. Aku? Like a fool, memandangnya dari sudut mataku dan melukis siluet wajahnya dalam memori otakku.
Suatu hari, di kala kita duduk di tepi pantai dan memandang ombak di lautan yang kian menepi.
Burung camar terbang bermain di derunya air.
Suara alam ini hangatkan jiwa kita….
***
Malam merapat selanjutnya, “Hayooooo Izi, ngapain aja kemarin ma Tria?” ledek Tio. Tio inilah sosok teman KKN yang bisa saja buat suasana menjadi seru.
“Gak ngapa-ngapain kok?” jawab Izi bingung, wajah innocent-nya benar-benar membuat orang tertawa.
Aku hanya tersenyum, membiarkan Izi menjadi bahan ledekan Tio. Aku menikmati ledekan itu, hahaha (kejamnya).
Sejak malam itu, aku yakin Izi tahu aku punya pacar. Sejak saat itu pula, aku jarang (lebih jarang daripada jarangnya kami biasa berkomunikasi) berkomunikasi dengannya. Bukan salah siapapun, ini hanya karena aku fokus dengan Awan, hingga selain itu terlihat buram. Keburaman yang suatu saat pasti akan aku sesali. Lihat saja!
***

0 komentar:

Posting Komentar